Banajarmasin - Setidaknya lebih dari 30 kelompok yang sudah mengajukan sebagai Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) kepada Mahkamah Konstitusi (MK) sehubungan dengan sengketa Pemilu untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia pada tahun 2024.

Sejumlah kelompok yang mengajukan sebagai Amicus Curiae itu hingga Kamis 18 April 2024 yang diperoleh dari berbagai sumber untuk meyakinkan putusan yang hendak dilakukan Majlis Hakim MK pada hari Senin besok, 22 April 2024 diantaranya adalah : Brawijaya (Barisan Kebenaran Untuk Demokrasi), Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), TOP GUN Aliansi Akademisi dan Masyarakat Sipil Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (Center For Law and Social) Fakultas Hukum UGM, Megawati Soekarnoputri & Hasto Kristiyanto, Forum Advokat Muda Indonesia (FAMI), Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia (YAKIN),  Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia (APDI), Stefanus Hendriyanto, Komunitas Cinta Pemilu Jujur dan Adil (KCP-JURDIL), INDONESIAN AMERICAN LAWYERS ASSOCIATION (IALA)

Reza Indragiri Amriel, Gerakan Rakyat Penyelamat Indonesia dengan Perubahan, Burhan Saidi Chaniago (Mahasiswa STIH GPL Jakarta), Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, M Subhan, Gerakan Rakyat Menggugat (GRAM), Tuan Guru Deri, Sulthanul Qulub, Habib Rizieq Shihab, Din Syamsudin, Ahmad Shabri Lubis, Yusuf Martak, dan Munarman.

Delapan Warga Negara Indonesia terdiri dari Jend (Purn) TNI Tyasno Sudarto, Letjen (Purn) TNI Soeharto, Dindin S. Maolani SH, Rizal Fadillah SH, Dr. Marwan Batubara, Mayjen (Purn) TNI Soenarko, M. Mursalin, Syafril Syofyan MM, Unsur Rohaniawan & Masyarakat Sipil, Pdt. Victor Rembeth, Habib Muchsin Al Athas, Muhammad A.S. Hikam, Yanuar Nugroho, A.Shephard Supit, Arief Poyuono (Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia dan Arifin Nur Cahyono (Ketua Umum Komite Anti Korupsi Indonesia, Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia, Senat Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Forum Keprihatinan Purnawirawan Perwira Tinggi TNI-Polri, JB Soebroto, Henry Sitanggang & Partners, Sutarno dan Wisran, dan kumpulan Aktivis Reformasi 98.

Pengajuan untuk menjadi Amicus Curiae masih terus mengalir sampai 18 April 2024 yang diterima oleh Humas MK, meski batas akhir untuk mengajukan Amicus Curiae telah ditutup pada 16 April 2024. Hingga data resmi yang mengajukan Amicus Curiae kepada MK sebanyak 23 pemohon saja, dan sejumlah ini yang akan dijadikan acuan pertimbangan dalam proses persidangan. Pertimbangan bagi IALA -- kelompok pengacara Indonesia yang berada di Amerika-- melengkapi kesaksiannya dengan lampiran pendapat dari perspektif hukum.  Menurut Bhirawa Jayasidayatra Arifin, selalu Ketua Perwakilan IALA Indonesia di Jakarta, itu semua merupakan upaya IALA untuk ikut mengawal serta mendukung penyelenggaraan Pemilihan Umum 2024 di Indonesia agar tetap menjunjung tinggi pedoman Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil. Kecuali itu, IALA telah menyampaikan juga surat terbuka kepada Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia. Itu semua, kata Ketua Perwakilan IALA di Indonesia merupakan komitmen masyarakat sipil Indonesia di luar negeri untuk mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia sesuai norma , etika dan ketentuan peraturan serta perundang-undangan yang berlaku.

Pengajuan Amicus Curiae yang dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat ini pada umumnya beranjak dari keprihatinan atas putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia Calon Presiden peserta Pemilu 2024 yang cacat moral dan etika. Kecuali itu, penetapan calon presiden dan wakil presiden peserta Pemilu 2024 untuk Paslon No. 2, yaitu Prabowo Subianto- Gibran Rakabuming Raka melalui keputusan KPU No. 1632/2023 tanpa melalui prosedur dan menyalahi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga KPU tidak netral dan telah membuat preseden buruk dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara.

Alasan tersebut, menurut Jendral Fahrur Rozi sebagai bagian dari personal yang mengajukan Amicus Curiae bersama sejumlah tokoh lainnya juga menyebutkan sikap cawe-cawe Presiden Joko Widodo dan para pembantunya sebagai Menteri dalam berbagai aktivitas dan kegiatan yang patut diduga telah menguntungkan pasangan calon Presiden No. 2. Demikian juga dengan pemberian Bantuan Sosial (Bansos) saat menjelang Pemilu 2024, pengerahan ASN ( Aparatur Sipil Negara) serta aparat Desa, penunjukan pejabat di daerah seperti Gubernur, Bupati dan Walikota, merupakan kejanggalan yang patut diduga sebagai kecurangan.

Sejumlah anggota Forum Purnawirawan TNI dan Polri diantaranya adalah Jendral TNI (Purn) Fachrur Rozi, Jendral TNI (Purn) Tyasno Sudarto, Letjen TNI (Purn) Sutiyoso, Komjen Pol (Purn) Oegroseno,  Laksda TNI (Purn) Deddy Muhibah, Irjen Pol (Purn) Annas Yusuf dan Marsda TNI (Purn) Sudrajat.

Sedangkan dalam kelompok yang lain, ada juga Letjen TNI  (Purn) Soeharto, Mayjen TNI (Purn) Sunarko yang ikut bergabung bersama masyarakat sipil aktivis serta kaum pergerakan Indonesia yang gigih memperjuangkan tegaknya demokrasi. Seperti para rohaniawan, Ustad dan tokoh keagamaan maupun aktivis buruh.

Tentu saja yang terkesan paling terdepan adalah kelompok akademisi dari berbagai kampus dan aktivis kampus, hingga pengacara dan advokat seperti partisipasi dari Indonesian American Lawyer Association, pada intinya meminta Majlis Mahkamah Konstitusi berani dan tidak takut serta Istiqomah untuk menegakkan rasa keadilan bagi seluruh rakyat yang terus berdatangan dan berbondong-bondong memberi kekuatan moral selama persidangan MK berlangsung hingga saat putusan hendak dibacakan pada hari Senin besok, 22 April 2024.

Banyak rakyat Indonesia yang menanti dengan penuh rasa cemas. Sebab putusan MK tentang sengketa Pemilu Presiden Indonesia 2024 ini akan menjadi tonggak sejarah yang baik atau sejarah yang sangat kelam bagi seluruh bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia selanjutnya.